Pages

Senin, 28 Juni 2010

“Peradaban Dengan Pencitraan Seyogyanya Menuju Bangsa Yang Beradab”

Warisan peradaban Dunia dari masa lampau menghiasi cakrawala budaya yang berasal dari peradaban manusia dimuka Bumi ini, melewati massa demi massa yang pada waktu itu masih ditandai dengan komunitas-komunitas tradisional pada area tertentu dan terus-menerus berlangsung mengalami dinamika dan perkembangannya. hingga sampailah pada lahirnya tatanan yang lebih besar dari pada komunitas menjadi komunitas yang memandang perlu adanya pemerintahan yang dapat mengontrol komunitasnya. Maka dari pemikiran itulah berdirilah kerajaan-kerajaan ataupun yang sejenisnya, untuk menjalankan pemerintahan dan menjalankan eksistensi kekuasaan,
Dinamika peradaban yang terjadi telah menorehkan jejak-jejak sejarah peradaban manusia di bumi ini, Sebagai bentuk eksistensi dari tatanan peradaban yang terbentuk dari masyarakat yang bercorak komunitas maupun pada tataran penguasa kerajaan, ternyata sejak lampau, mereka telah mengenal apa yang dikatakan sebagai realisasi pencitraan dirinya, bukanlah hal yang asing pencitraan itu di lahirkan, tetapi pencitraan itu adalah perwujudan serta ungkapan kesederhanaan yang dimiliki oleh sebuah peradaban. Dengan maksud yang tidak rumit yaitu demi mengekspresikan dengan apa adanya, hanya saja kerumitan itu datang ketika menilai pencitraan itu sendiri berdasarkan presepsi saja.
Pencitraan yang diekspresikan merupakan sebuah kesadaran yang klasik yang bersumber dari intuisi akan masa depan dari peradabannya, seolah ingin menitipkan cerita kepada kita semua yang mengaku berada pada masa ketika itu mereka hanyalah dikenal sebagai pendahulu, bahwa “mereka membentuk perabannya berdasarkan keberadaannya” dan seakan-akan ingin berpesan kepada yang lain yang berada dalam peradaban selanjutnya “torehkanlah peradabanmu sesuai jatidirimu sendiri. Dengan asumsi bahwa sebuah aktualisasi daya berpikir manusia tentang lingkup kehidupannya akan dapat menemukan cara untuk menjelaskan apa yang ada pada diri mereka kepada halayaknya yaitu dengan menggunakan media-media untuk membuat citra.
Penggunaan media pencitraan misalnya saja batu sebagai media pemematungan, dinding sebagai kanfas lukisan, bangunan-bangunan yang megah yang memberi kesan monumental, serta menggunakan logam dan permata yang dikenakan pada simbol-simbol kekuasaan dan seterusnya dan seterusnya. Demikianlah jejak-jejak peradaban yang ditinggalkan yang dibentuk menjadi ornament-ornamen indah yang dikemas antik dan di anggap pada massa kini adalah sebagai karya seni yang begitu fenomenal yang dapat mengispirasi bagi siapapun yang memandangnya. karya seni yang besar dihasilkan oleh sebuah peradaban dan dapat dikatakan sebagai karya seni yang mengispirasi dan fenomenal, kini sisa-sisa peninggalan peradaban itu hanya dapat kita temukan di museum-museum sejarah, tetapi bukanlah pada sisa-sisa peradaban yang ditinggalkan pada masyarakat yang berperadaban yang sejatinya, namun kenyataannya bekas-bekas peradaban yang masih ada di kaburkan dan dianggap kuno dan tidak sesuai dengan zaman sekarang pada hal itu semua di jastifikasi hanya untuk kepentingan kekuasaan belaka.
Berekspresi dengan mengukir batuan keras, logam dan sejenisnya dan juga berekspresi pada hal-hal yang lunak, dan seterusnya akan berlaku hal yang sama pada kekuasaan sebagai objeknya. Sebagai sebuah pencitraan tentunya tidak lepas dari wujud memprofokasi dan juga propaganda untuk membawa alam pemikiran orang yang menilainya berdasarkan citra yang visual yang mengingkari realitas sesungguhnya. Untuk mengenal sebuah peradaban secara utuh adalah sebuah keniscayaan, namun sebuah awal pengenalan yang cukup baik bagi peradaban adalah dengan pengenalan pada peninggalan tradisi budaya masyarakatnya yang mampu mengurangi bias penilaian pada pengenalannya.
Manifestasi dari keadaan jiwa yang merasuk dalam sikap adalah pencitraan yang merujuk pada curhat (sikap) dari bentukan peradaban, Sehingga dapat kita katakan pula setiap pencitraan yang terbentuk pada massa lampau dan masa kini serta masa yang akan datang adalah sebuah penggambaran keadaan jiwa baik itu komunitas, maupun penguasa yang telah dan akan ada. Tentulah bila di suruh memilih mana yang baik ?? keadaan jiwa yang tenang atau sebaliknya keadaan jiwa yang penuh dengan keterjajahan, tentunya kita akan memilih keadaan jiwa yang tenang bukan ?? lalu bagaimana sebuah pencitraan dapat menenangkan jiwa ?, dari pertanyaan inilah dapat menginspirasi cara berpikir kita ke arah yang bijak dan inilah yang seharusnya menjadi perenungan yang mendalam bagi yang mengaku memiliiki kuasa dan penguasa-penguasa di negerimu. Bagaimana pencitraannya dapat menjadi solusi yang menjangkau permasalahan yang sangat mendasar yaitu ketenangaan jiwa bagi rakyatnya itu ??.
Realitas peradaban masa lalu yang didalamnya mengalami pencitraan berjalan secara alamia, yang sifatnya hanyalah sebagai ekspresi seni dan jatidirinya, berbeda dengan masa kini yang menggunakan pencitraan untuk tujuan melindungi dan menguatkan kekuasaan yang memihak pada kaum-kaum tertentu saja, andai saja pencitraan digunakan secara arif untuk peradaban yang beradap di seluruh Negeri, maka ketenangan jiwa rakyatnya akan membahana hingga menjadi ketenangan jiwa negerinya yaitu kemakmuran peradabannya. Ataukah pencitraan adalah kontras dengan ke tidak mampuan mengayomi, dari sebuah komunitas atau penguasa atau yang di percayakan sebagai pemerintah itu…??





`







Tidak ada komentar:

Posting Komentar