Pages

Senin, 28 Juni 2010

“Setelah revolusi, ibu adalah presidenku”

Cita-cita perjuangan kemerdekaan oleh para pejuang kemerdekaan di seluruh nusantara, Mengobarkan semangat kemerdekaan untuk terbebas dari penjajahan yang terjadi atas dasar penderitaan rakyat, yang berjalan kurang lebih setengah abad lamanya. Pertumpahan darah sebagai aktualisasi perlawanan di seluruh nusantara, terjadi dengan suka rela oleh para pahlawan dengan keinginan yang kuat agar anak cucunya memperoleh warisan perubahan kualitas kehidupan walaupun nyawa menjadi taruhannya.
Segala macam aksi perjuangan yang telah diwujudkan, di apresiasikan demi kemerdekaan sejati bukan demi kekuasaan atau pemerinyahan yang menjajah kembali di negeri sendiri. Telah lama penderitaan seluruh rakyat di nusantara ini terjadi, walaupun pada saat-saat perjuangan itu belum diketahui apa isi negeri ini, setelah kemerdekaan dari perang melawan penjajahan yang berjalan. Maujud pada hati terdalam dari pejuang-pejuang kemerdekaan itu adalah hanyalah segenggam harapan agar kehidupan yang mereka hadapi kemudian adalah lebiih baik dari pada kehidupan dalam alam penjajahan. Menghadapi masa-masa sulit rakyat diseluruh nusantra, memulai perjuangannya dari yang bersifat kedaerahan dan terus berkembang menjadi perjuangan yang bersifat nasional, didasarkan pada suara hati yang sama yaitu menunjukkan jatidiri negeri untuk kemerdekaan jiwa dan kehidupan sebagai umat manusia, dan itu adalah jawaban dari perjuangan yang terus mereka kobarkan dan itu tidak menjadi sia-sia bagi masa depan negerinya.
Proklamasi kemerdeaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus, Tahun 1945, menjadi saat yang bersejarah bagai seluruh pejuang dan rakyat di seluruh nusantara. Hal ini sebagai pertanda bahwa nafas kemerdekaan yang diharapkan telah berlaku bagi para perjuangan yang sekian lama perlawanan di kobarkan oleh para pejuang itu. Segalanya berjalan dengan penuh suka cita di tengah kehidupan rakyat yang terlepas dari ketakutan akan penjajahan dan suara-suara senapan maupun meriam. Sebuah harapan baru pada pemerintahan yang baru terbentuk dan seterusnya menjadi cita-cita baru dalam perjuangan untuk mengisi kemerdekaan dengan kemerdekaan, tidak dengan motif penjajahan baru. Pada masa itu dengan slogan “kehidupan yang sejahtera adil dan makmur” di sebar luaskan di seluruh nusantara, sealanjutnya menjadi suatu yang berarti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Paska kemerdekaan di bawah kepemimpinan presiden Sukarno, berbagai pembenahan dan penataan ketatanegaraan dilakukan, ini adalah hal yang mendesak untuk dilakukan. berbagai upaya mengisi kemerdekaan direalisasikan dimulai dari pemenuhan kebutuhan dasar rakyat diseluruh nusantara. Sejalan dengan itu dinamika yang terjadi dalam perjalanan pemerintahan yang terbentuk bukanlah hal yang tak lazim bagi sebuah bangsa yang baru, dan pada puncaknya terjadiah pemakzulan pada pemerintahan yang awal dan selanjutnya di mulai lagi dengan menjalankan pemerintahan dengan corak yang lebih baru. Bagaimana suara hati pejuang ketika pemerintahan yang baru pada saat itu ?? entahlah..
Orde baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto, presiden Soeharto yang di eluk-elukkan sebgai bapak pembangunan, menjadikan perubahan dalam berkehidupan ditandai dengan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Setelah program yang di luncurkan di realisasikannya, Namun yang terjadi adalah kesan kesejahtraan itu hanya berlaku bagi golongan-golongan tertentu dan tidak menjangkau hingga ke seluruh nusantara, ini di tandai dengan adanya kesenjangan yang terjadi di tengah-tengah rakyat Indonesia. Setelah 32 Tahun berkuasa menjalankan pemerintahan, dengan prinsip-prinsip kekuasaan yang di anutnya, menjadikan kesenjangan-kesenjangan semakin jauh sehingga menimbulkan pergerakan-pergerakan yang kontra dengan prinsip-prinsip yang melekat pada pemerintahan soeharto. Sehingga puncak dari pergerakan yang merupakan bagian dinamika perpolitikan yang terjadi berakibat pada lengsernya presiden soeharto dari pemerintahannya. Pada masa itu kontras dengan dinamika politik dan penguatan kekuasaan pemerintahan, sehingga nuansa kerakyatan yang sejahtra, adil dan makmur menjadi slogan yang sifatnya propaganda saja. Dan bagaimanakah dengan harapan pejuang-pejuang kemerdekaan itu ? ataukah telah berbeda suara hati para pejuang saat pra kemerdekaan dengan masa setelahnya ??.
Berakhirnya masa orde baru merekomendasikan Reformasi dengan motifasi untuk memperbaharui tatanan yang belum baik yang berlaku pada seluruh rakyat, dinamika demi dinamika politik dan penataan dimensi pemerintahan yang diharapkan mengarah pada tatanan yang lebih baik, menjadikan semangat baru bagi para reformis, namun pada perjalanannya mengalami benturan-benturan kepentingan antara satu sama lainnnya. Berbagai formula layaknya obat yang diperuntukkan bagi si sakit di berikan sebagai terapi pengobatan bagi kondisi bernegara dan berbangsa yang mengalami sakit, agar mendapatkan kesembuhannya.
Starategi dan reaksi reformasi di tularkan pada segala dimensi ketatanegaraan, mulai dari legislatif, eksekutif bahkan aparat penegak hukum di negeri ini. Perjalanan roda reformasi menunjukkan betapa kronisnya penyakit Negeri ini, yang entah kapan itu bias sembuh dan sesuai dengan cita-cita untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan makmur. hal yang dapat mengispirasi bagi para pejuang sejati, bagaimanakah suara hati para pejuang semula ? mengorek kembali filosofi bernegara, filosofi perjuangan sejati dan jati diri berbangsa mungkin adalah hal yang perlu untuk di renungkan secara bersama-sama bagi anak Negeri Ibu Pertiwi Indonesia.
Setelah lengsernya Orde baru dan berjalannya roda reformasi di negeri ini, tidak membawa perubahan bagi kemaslahatan rakyat, cobalah amati disekeliling kita kondisi kehidupan masyarakat yang masih terkung-kung dengan permasalah ekonominya dan kesejahteraannya, berapa banyak angka kemiskinan ?, berapa banyak jumlah anak jalanan ?, berapa banyak yang bekerja dengan upah yang tak layak dan seterusnya. Menilai kesejahteraan rakyat berdasarkan bangunan fisik saja, apakah kita dapat menyimpulkan kesejahteraannya ? berapa banyak upaya pemerintah yang menyentuh kebutuhan dasar kehidupan rakyatnya ?, rakyat yang mengharapkan keadilan dan perlakuan yang sama di segala sektor kehidupannya, yang di pertontonkan kepada rakyat, hsnyalah berkecamuknya ide-ide pembaharuan yang di harapkan dapat membawa kearah perubahan yang lebih baik lagi, namun itu hanyalah sebatas wacana yang digembor-gemborkan oleh kalangan elit saja. Mereka hanya mengutamakan kepentingan bagaimana agar kekuasaan dapat di pertahankan. Inilah yang muncul ketika para pejuang kemerdekaan hanya di kenal sebagai pahlawan yang berjasa, tetapi perlawanan yang berjuang melawan penjajahan tidak dihargai lagi, justru penjajahan yang baru berupaya di munculkan dengan penindasan atas nama rakyat terus di lestarikan.
Mungkinkah dengan revolusi Negeri ini akan mencapai cita-cita para pejuang sejati masa lalu ? dan bila permasalahannya kemudian, setelah revolusi terjadi adalah pada kepemimpinan, yang memang telah nyata mengalami krisis dinegeri ini, dikarenakan sosok kepemimpinan yang sejati dan karismatik di kalangan elit politik telah mati. Namun sosok kepemimpinan itu bagi masyarakat akar rumput tak pernah akan mati, sosok pemimpin itu ada pada ”ibu” di setiap keluarga kecil di Negeri ini. Selayaknya ibu adalah presiden yang mengayomi anak-anak di negeri kecilnya, ia mengetahui jeritan anak-anaknya. Hingga seluruh anak Negeri ini menemukan ibunya menjadi presiden yang selalu akan mengayomi.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar